
TangerangMerdeka – Forum Doktor Komunikasi Indonesia (FDKI) menyampaikan pernyataan sikap terkait dinamika politik nasional yang dinilai memicu kekecewaan publik. FDKI menilai buruknya tata kelola komunikasi parlemen telah melahirkan pernyataan-pernyataan kontroversial dari sejumlah anggota DPR, sehingga memicu gerakan sosial yang semakin besar dan berdampak.
Ketua Umum FDKI, Dr. Andi Budi Sulistijanto, bersama Sekjen Dr. Dedi Kurnia Syah, menegaskan pentingnya semua pihak saling memahami situasi yang tengah berkembang. Mereka meminta agar pemerintah, parlemen, hingga masyarakat sama-sama menahan diri demi menjaga kondusifitas bangsa.
Dalam imbauannya, FDKI menyampaikan beberapa poin penting. Pertama, pemerintah bersama aparat kepolisian dan militer diminta tetap bersikap persuasif menghadapi gerakan massa. Aksi demonstrasi disebut sebagai hak konstitusional warga negara yang harus dijaga, bukan dilarang atau ditindak secara represif.
Kedua, pemerintah diminta menindaklanjuti aspirasi publik dengan mengevaluasi seluruh kebijakan yang dianggap menyinggung atau membebani rakyat.
Ketiga, FDKI mendorong elit partai politik segera menarik anggota parlemen yang dinilai menciptakan kegaduhan dan melakukan pergantian antar waktu (PAW) untuk menjaga kepercayaan publik.
“Respon pemerintah sangat diperlukan agar masyarakat percaya bahwa negara masih berpihak pada rakyat. Jika sebaliknya, maka yang tersisa hanya korban kekerasan dan konflik politik, baik di pihak masyarakat, penegak hukum, maupun pemerintah,” tegas Andi Budi Sulistijanto dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 3 September 2025.
FDKI juga mengingatkan bahwa demi kondusifitas dan kelangsungan demokrasi di Indonesia, pemerintah harus mendengar serta memahami kemarahan rakyat, sekaligus menimbang aspirasi yang disampaikan.
“Pemerintah tidak boleh lagi melahirkan kebijakan yang justru menjadi beban rakyat secara umum,” tambah Dedi Kurnia Syah.
Dengan pernyataan ini, FDKI berharap dialog dan komunikasi yang sehat antara pemerintah, parlemen, dan masyarakat dapat terbangun, sehingga stabilitas nasional tetap terjaga. (*)